Seorang penyelam kawah Gunung Kelud, Dulrokim, telah menjalankan tugasnya sejak tahun 2006. Lokasi Gunung Kelud terletak sekitar 45 km sebelah timur pusat Kota Kediri dan 25 km sebelah utara pusat Kota Blitar. Gunung ini dikenal sebagai salah satu gunung berapi paling aktif dengan ketinggian 1.700 meter di atas permukaan air laut (mdpl), letaknya sekitar 27 km dari pusat kota Kediri.
Dulrokim, yang sering dipanggil Mbah Dul Kelud, secara sukarela memasuki kawah Gunung Kelud untuk melaksanakan tradisi Larung Sesaji, khususnya saat membawa sesajian saat ritual tahunan bulan suro. Tradisi ini melibatkan membawa sesajian seperti nasi, sayuran, lauk-pauk, dan buah-buahan ke puncak kawah gunung.
Pria ini juga terlibat dalam membantu melarung sesaji saat ada ritual khusus yang dilakukan pengunjung. Ia terkenal karena keberaniannya memasuki kawah gunung yang viral di Kediri. Selain itu, ia memiliki pengalaman menghadapi letusan Gunung Kelud pada tahun 1990 dan 2014.
Gunung Kelud memiliki lokasi terowongan buatan yang dibangun pada tahun 1926 untuk mengalihkan aliran lahar dan mengurangi dampak letusan. Pada tahun 1973, seorang karyawan PROSIDA di Jember mengungkapkan adanya terowongan buatan dari luar ke dalam kawah gunung, yang berfungsi mengalirkan air keluar saat hujan lebat. Terowongan ini dinamakan Terowongan Ampera dan masih berfungsi hingga saat ini.
Letusan Gunung Kelud telah terjadi sejak abad ke-15, dan pada 1586 merenggut lebih dari 10.000 jiwa. Larung Sesaji di Gunung Kelud dilakukan sebagai upaya untuk menolak sumpah Lembu Suro yang merasa dikhianati oleh Dewi Kilisuci. Legenda ini berkaitan dengan penghianatan Dewi Kilisuci terhadap Lembu Suro yang mengucapkan sumpah dari dalam sumur sebelum mati.
Gunung Kelud, meskipun terlihat kecil dengan ketinggian 1.700 MDPL, memiliki sejarah yang besar, terutama dalam melibatkan masyarakat sekitarnya dalam tradisi dan upaya untuk mengurangi dampak letusan gunung berapi.